Sejak kapan Indonesia bernama Indonesia?
Sejarah penamaan Indonesia diterangkan antara lain oleh salah seorang Bapak
Proklamator kita, Mohammad Hatta, dalam artikelnya yang berjudul "Tentang
Nama Indonesia" (pernah dimuat dalam De Socialist nomor 10,
Zaterdag, 8 Desember 1928). Menurut Bung Hatta, pada umumnya Adolf
Bastian, seorang ahli etnologi asal Jerman, disebut-sebut sebagai pencetus namaIndonesia,
yakni Indonesie.
Keterangan ini diperolehnya dari pidato Prof Dr GA Wilken
saat menerima gelar guru besar pada 1885 di Universitas Leiden. Dalam kata-kata
Wilken, Bastian adalah seorang "raja sarjana-sarjana ilmu bangsa-bangsa
(etnologi --Red)."
Bung Hatta meneruskan, Bastian memang memakai sebutan Indonesie untuk
judul karyanya: "Indonesien oder die Inseln des malayischen Archipels"
(1884). Indonesiedipakainya untuk merujuk pada fakta geografis, yakni
"Kepulauan Nusantara."
Hatta mengungkapkan, sejak kemunculan karya Bastian itu,
sebutan Indonesia menjadi lazim dalam pembicaraan keilmuan.
Kiprah Ilmuwan Inggris
Akan tetapi, Bastian bukanlah yang pertama memakai
kata Indonesie atau Indonesiers('orang-orang Indonesia'). Sebab,
masih ada pakar etnologi George Windsor (GW) Earl dan koleganya, James
Richardson (JR) Logan. Keduanya berkebangsaan Inggris.
Pada 1850, GW Earl menggagas sebutanIndunesians (atau Indu-nesians).
Saat itu, dia sedang menjelaskan realitas etnografis, yakni "ras berkulit
sawo matang/cokelat di Kepulauan Hindia."
Mengutip Robert Edward (RE) Elson dalam bukunya, The
Idea of Indonesia, tak lama setelah itu Earl justru mengganti sebutanIndu-nesians dengan Malayunesians.
Alasannnya, sebutan yang pertama itu terlalu umum, sedangkan yang kedua lebih
khusus.
Sementara itu, JR Logan (meninggal 1869) malahan lebih
antusias dalam memakai sebutan Indonesia atau Indunesians. Logan
menulis dalam artikelnya, "The Ethnology of the Indian Archipelago:
Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific
Islanders" pada 1850:
Saya lebih menyukai istilah geografis "Indonesia"
yang sekadar pemendekan istilah "Indian Islands" atau "Indian
Archipelago." Dari sana, kita dapatkan "Indonesian" untuk
"Indian Archipelagian" atau "Archipelagic", dan
"Indonesians" untuk "Indian Archipelagians" atau
"Indian Islanders" (dikutip dari The Idea of Indonesia,
terjemahan Zia Anshor, 2008, hlm. 3-4).
Hatta menggarisbawahi, GW Earl menggunakan sebutan Indunesians danMalayunesians untuk
merujuk pada pendudukKepulauan Nusantara. Sementara itu, Logan menggunakan
istilah Indunesians (atauIndonesia) sebagai suatu pengertian
geografis murni, yakni menunjuk pada kepulauan tersebut.
Jelaslah bahwa dalam perspektif para ilmuwan Eropa itu,
keadaan etnografis dan geografis Nusantara tak lepas dari kedekatan dengan
wilayah-wilayah sekitar, utamanya Anak Benua India. Karena itu, istilahIndunesia/Indunesians adalah
gabungan dariIndu ('India') dan nesos (Yunani: 'kepulauan').
"Sekalipun dia (Logan) bukan penganjur penambahan
penamaan-penamaan Yunani, dia sama sekali tidak berkeberatan terhadap nama
'Indonesia', yang bagi orang Eropa bernada Yunani, karena menurut pendapatnya
kata nusa (pulau) yang berasal dari bahasa Melayu itu mungkin sama
tuanya dengan katanesos Yunani," tulis Hatta.
Menjadi Alat Melawan Kolonialisme
Meski pernah menggunakan istilahIndonesia dalam
pengertian geografi dan budaya, Prof Dr GA Wilken lebih suka memakai
istilah Kepulauan Hindia. Hal itu diungkapkan RE Elson. Kebiasaan guru
besar Universitas Leiden ini lantas diikuti para ilmuwan dari generasi sebaya
dan setelahnya, semisal H Kern, GK Niemann, dan CM Pleyte. Orientalis
terkemuka, Christiaan Snouck Hurgronje, juga memakai istilah Indonesia,
kendati dia lebih menyukai istilah Inlander(pribumi).
"Indonesian adalah kata sifat yang digunakan untuk
mewakili sifat-sifat tersebut (ciri etnis, dsb --Red), sementara Indonesians adalah
orang-orang dengan ciri-ciri umum seperti itu (yang terkadang dianggap mencakup
penghuni Madagaskar hingga Formosa [Taiwan]), dan Indonesia adalah
tempat(-tempat) yang mereka huni," demikian tulis RE Elson.
Para ilmuwan sejak Adolf Bastian hingga H Kern, menurut
Elson, kerap memakai istilahIndonesia, tetapi bukan dalam pengertian
politis.
Orang-orang Pribumi terpelajar-lah yang menjadikan
istilah Indonesia tak hanya sebagai identitas, tetapi juga alat
perjuangan melawan kolonialisme.
Hatta mengungkapkan, dalam arti politik, nama Indonesia sejak
tahun 1922 secara konsekuen dipakai oleh Perhimpunan Indonesia. Organisasi itu
dibentuk pada 1908 di Belanda dengan nama Indische Vereeniging atas prakarsa
Soetan Kasajangan Soripada dan RM Noto Soeroto dengan tujuan rekreasi atau klub
belajar.
Barulah ketika dua tokoh nasional, Tjipto Mangoenkoesoemo
dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) bergabung pada 1913, para
anggota Indische Vereeniging mulai aktif mendiskusikan tentang masa depan
Indonesia. Sejak saat itu, Indische Vereeniging aktif di ranah politik.
Kemudian, pada September 1922, namanya menjadi Indonesische Vereeniging. Tiga
tahun kemudian, nama itu meninggalkan bahasa Belanda sama sekali sehingga
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Pada masa awal abad ke-20, kalangan terpelajar Indonesia di
Eropa kerap mengampanyekan nama Indonesia, bukan Hindia Belanda.
Sebagai contoh, Bung Hatta muda yang saat itu sedang
bersekolah di Belanda dengan gencar melakukan kampanye demikian. Di pelbagai
kesempatan, khususnya forum-forum internasional yang mempertemukan para
nasionalis muda dari negeri-negeri terjajah. Sebut saja forum Bierville, Liga
Melawan Imperialisme, Liga Wanita Internasional, dan sebagainya.
Menurut Hatta, kampanye demikian cukup sukses karena makin
banyak nama Indonesiadisebut. Apalagi, nama itu mengandung tekad
kemerdekaan.
Pada 1928, Hatta, sang ketua PI terlama (1926-1930)
menegaskan:
"Bagi kami orang Indonesia, nama Indonesia mempunyai
arti politik dan menyatakan suatu tujuan politik. Dalam arti politik, karena ia
mengandung tuntutan kemerdekaan, bukan kemerdekaan Hindia-Belanda, melainkan
kemerdekaan Indonesia .... Bagi kami Indonesia menyatakan suatu
tujuan politik, karena ia melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air di
masa depan dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia akan berusaha dengan
segala tenaga dan kemampuannya."
Earl melalui artikelnya On the Leading Characteristics
of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations (Pada Karakteristik
Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia) dalam JIAEA
volume IV tahun 1850 menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas. Sebab, menurut
Earl, nama Hindia tidaklah tepat dan sering menimbulkan kerancuan dengan
penyebutan India yang lain.
Earl kemudian mengajukan dua pilihan nama, Indunesia
dan Malayunesia. "Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu
masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang
Malayunesia"", tulis Earl pada halaman 71 artikelnya (diterjemahkan
ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris), Earl menyatakan, dirinya memilih nama Malayunesia dari
(Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), karena
Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu.
Namun, Logan pada halaman 252-347 artikelnya The
Ethnology of the Indian Archipelago (Etnologi dari Kepulauan Hindia) dalam
JIAEA yang sama menyatakan dibutuhkan nama khas untuk negeri kepulauan ini,
sebab istilah istilah Indian Archipelago (Kepualauan Hindia) terlalu
panjang dan membingungkan.
Kemudian, Logan mengutip nama Indunesia yang tidak
disetujui Earl dan mengganti huruf u dengan o agar
ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Untuk pertama kalinya
kata Indonesia dikenal dunia melalui tulisan Logan, yakni: "Mr Earl menyarankan istilah etnografi
"Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung
"Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni
"Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau
Hindia atau Kepulauan Hindia." Diterjamahkan dalam bahasa Indonesia.
Logan agaknya tak pernah menyangka bahwa nama Indonesia yang
diusulkannya secara resmi menjadi sebuah nama untuk negeri kepulauan. Kemudian pada tahun 1884 nama Indonesia mulai dipopulerkan
oleh seorang guru besar etnologi di Unveritas Berlin, Adolf Bastian (1826-1905)
melalui buku yang diterbitkannya, berjudul Indonesien oder die Inseln des
Malayischen Archipel (Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu)
hingga mencapai lima volume. Nama Indonesia mulai populer di kalangan sarjana Belanda,
sehingga sempat ada yang beranggapan bahwa Bastian adalah orang yang
menciptakan istilah Indonesia. Namun kenyataannya, Bastian mengambil istilah
Indonesia dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah
"Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika
dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan
nama Indonesische Persbureau. Kemudian, pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia diambil
alih oleh tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Sehingga nama Indonesia memiliki
makna politis sebagai identitas suatu bangsa yang memperjuangkan Kemerdekaan.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de
toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia
Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan
kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan
politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu
tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia
(Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
0 komentar:
Posting Komentar