Alasan mengapa pemerintah Indonesia tidak menerapkan lockdown atau karantina wilayah. Hal itu berkaitan dengan aktivitas perekonomian masyarakat. Di Indonesia banyak sekali yang bekerja mengandalkan upah harian. Itu menjadi salah satu kepedulian pemerintah, supaya aktivitas ekonomi tetap berjalan.
Untuk itu pemerintah memilih untuk mengajak masyarakat
melakukan pembatasan interaksi sosial atau social
distancing terkait Covid-19. Hal itu didukung dengan kebijakan
setiap kepala daerah di antaranya meliburkan sekolah dan menutup sementara
tempat wisata.
"Lockdown artinya
membatasi betul-betul satu wilayah atau daerah dan itu memiliki implikasi
ekonomi, sosial, keamanan. Maka itu kebijakan belum bisa diambil saat ini.
Kembali social distancing yang paling penting.
mekanisme penularan virus corona yang sejauh ini diketahui
adalah melalui kontak penderita dengan orang lain secara langsung. Jadi dengan
yang demam, batuk ringan, yang berbahaya itu batuknya. Maka harus jaga jarak
sehingga tidak mengenai kita. Batuk, bisa karena ini (Covid-19) atau yang lain, tapi karena ada hal
ini (kasus virus corona), maka kita social
distancing.
Tim Pakar Gugus Penanganan Covid Memahami Risiko Corona,
Wiku Adisasmito meminta masyarakat sadar betul akan pentingnya membatasi
interaksi sosial atau social distancing. "Masyarakat harus tenang dan waspada. Tenang bukan berarti
tidak memperhatikan. Kita menghadapi musuh yang sudah terindetifikasi, tapi
yang belum kita pahami bersama cara kerja musuhnya," tutur Wiku di Kantor
Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Rabu
(18/3/2020).
Menurut Wiku, satu-satunya langkah yang dapat dilakukan bersama
adalah dengan membatasi interaksi sosial. Dengan kesadaran tersebut, penyebaran
virus corona dapat ditekan. "Jadi kalau kita melakukan hal ini, kita sudah melawan
musuh kita dengan baik. Pemerintah masih mendorong terjaga aktivitas ekonomi,
tapi dengan modifikasi, cara kita bekerja," jelas dia.
Wiku sebagai perwakilan pemerintah meminta masyarakat agar
menjaga pola hidup sehat. Termasuk menerapkan lima hal pencegahan penularan
virus corona.
"Ada lima hal penting, pertama jaga jarak dengan orang
lain. Dilarang jabat tangan. Cuci tangan. Hindari kerumunan. Pakai masker di
tempat ramai," Wiku menandaskan.
Jubir penanganan virus corona di Indonesia, Achmad Yurianto
juga mengatakan, sejauh ini pemerintah tak membuka opsi sistem lockdown.
Yuri mengatakan, jika opsi itu diberlakukan maka harus menjadi keputusan
bersama.
"Kita tidak akan opsi lockdown,
karena kalau di-lockdown kita tidak akan bisa apa-apa. Tapi ini akan
jadi keputusan bersama yang dikoordinasikan di setiap kementerian," jelas
Yuri saat konferensi pers di media center COVID-19 di Kompleks Istana
Kepresidenan.
Yuri menjelaskan sistem lockdown bertujuan untuk mencegah
penyebaran virus corona. Namun, menurutnya sistem itu juga memiliki
konsekuensi, yakni memungkinkan kasus virus corona bisa meningkat dengan cepat
di daerah yang di-lockdown tersebut.
"Di-lockdown
agar tidak ada orang sakit keluar, atau orang yang sakit di luar masuk, atau
orang yang sehat (menjadi) sakit, meski konsekuensinya bisa saja kasus di
daerah ini naik cepat," ungkapnya.
Yuri lalu mencontohkan
kasus lockdown kapal pesiar Diamond Princess di Pelabuhan Yokohama,
Jepang. Menurutnya, sistem itu menyebabkan seluruh penumpang berkumpul jadi
satu, baik yang mengalami gejala maupun penumpang yang sehat.
"Sebagai contoh di Diamond
Princess, begitu di-lockdown (kasus) naik dengan cepat. Artinya orang sakit dan enggak sakit ngumpul jadi satu disitu ini yang jadi problem" jelas yuri.
Yuri menyebut seluruh
negara memang meningkatkan upaya pencegahan virus corona setelah WHO menetapkan
status pandemi, termasuk memberlakukan sistem lockdown.
"Jangan dihitung dalam
waktu singkat di Indonesia ada sekian ratus yang positif, justru pandemi ini
untuk semua negara respons lebih keras lagi," pungkasnya.
Sementara
itu, Presiden RI Joko Widodo menekankan bahwa pemerintah tidak akan mengambil
opsi lockdown dalam penanganan virus corona COVID-19.
Pemerintah pusat, menurut Jokowi, lebih mengedepankan cara menjaga jarak dan
mengurangi kerumunan massa. Sebab, kerumunan massa bisa membawa risiko lebih
besar dalam penyebaran COVID-19.
“Perlu saya tegaskan yang pertama bahwa kebijakan lockdown baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah,” ucap Jokowi melansir pemberitaan Tirto sebelumnya.
Meski demikian, pemerintah Indonesia melakukan perpanjangan penetapan status bencana COVID-19 menjadi 91 hari, terhitung sejak 29 Februari 2020 sampai 29 Mei 2020 mendatang. Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri dalam paparannya menyatakan tindakan lockdown akan membawa dampak ekonomi yang cukup besar kepada Indonesia. Sebab, kebijakan lockdown disertai dengan penghentian aktivitas kebanyakan pekerja. “Jika ini berlangsung selama dua minggu, PDB tahunan Indonesia akan berkurang sebesar 0,5 persen dan 1 persen jika berlangsung selama satu bulan,” tulis Yose dalam paparannya berjudul Tepatkah Lockdown dalam Menghadapi COVID-19.
“Perlu saya tegaskan yang pertama bahwa kebijakan lockdown baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah,” ucap Jokowi melansir pemberitaan Tirto sebelumnya.
Meski demikian, pemerintah Indonesia melakukan perpanjangan penetapan status bencana COVID-19 menjadi 91 hari, terhitung sejak 29 Februari 2020 sampai 29 Mei 2020 mendatang. Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri dalam paparannya menyatakan tindakan lockdown akan membawa dampak ekonomi yang cukup besar kepada Indonesia. Sebab, kebijakan lockdown disertai dengan penghentian aktivitas kebanyakan pekerja. “Jika ini berlangsung selama dua minggu, PDB tahunan Indonesia akan berkurang sebesar 0,5 persen dan 1 persen jika berlangsung selama satu bulan,” tulis Yose dalam paparannya berjudul Tepatkah Lockdown dalam Menghadapi COVID-19.
Angka setengah persen tersebut menurut hitungan
Yose, setara dengan kehilangan sebesar Rp75 triliun atau hampir setara dengan
APBD DKI 2020 yang berkisar Rp88 triliun. Tindakan lockdown menurut
Yose akan membawa konsekuensi ekonomi yang tidak sedikit. Bukan hanya untuk
wilayah Jakarta, tetapi juga untuk perekonomian nasional.
Selain itu, Yose menilai lockdown belum terlihat efektivitasnya. Misalnya lockdown di provinsi Lombardi, Italia, yang dimulai pada akhir Februari 2020. Namun hingga saat ini virus corona COVID-19 sudah menyebar ke berbagai tempat lainnya. Bahkan ketika pemerintah Italia memutuskan lockdown secara nasional, jumlah kasus baru di negeri Pizza itu terus mengalami kenaikan. “Sejak restriksi nasional ditetapkan pada 9 Maret, angka kasus baru bertambah sebanyak 15 ribu, tiga kali lebih banyak dari sebelum lockdown nasional,” rinci Yose.
Dengan demikian, menurut Yose, penutupan Jakarta tidak akan mengurangi penyebaran penyakit di Ibukota maupun di luar daerah karena memang sudah tersebar. Selain itu ada berbagai permasalahan yang dapat timbul dan memperburuk situasi di tengah lockdown, misalnya kesiapan logistik dan pangan.
Salah satu permasalahan krusial dari tindakan lockdown adalah memastikan kesiapan suplai bahan pangan dan kebutuhan lainnya. Wilayah DKI Jakarta yang hampir sepenuhnya menggantungkan pasokan air dari luar daerah akan mengalami kelangkaan dan kenaikan harga. Keresahan sosial berpotensi muncul. “Tekanan kenaikan harga pangan akan semakin kuat akibat sulitnya pasokan bahan baku. Terlebih jika lockdown dilakukan tanpa adanya persiapan yang cukup dengan persiapan prosedur yang jelas. Yang akan terjadi hanyalah kebingungan dan keresahan di masyarakat,” imbuh Yose.
Hal senada diungkap Bhima Yudhistira Adhinegara ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Menurut Bhima, pemerintah belum memiliki kesiapan terkait ketersediaan pangan jika lockdown dilakukan, bahkan hanya sebatas penutupan Ibukota Jakarta karena sebagian besar kebutuhan pokok disumbang daerah di luar Jakarta.
Arus distribusi barang akan terganggu dan mengarah pada terjadinya kelangkaan bahan pokok khususnya jelang Ramadan. Hal ini akan berujung pada kenaikan harga bahan pangan. Jika lockdown terjadi, inflasi Indonesia bisa tembus di atas 6 persen dan merugikan daya beli masyarakat seluruh Indonesia.Indonesia pun belum memiliki kekuatan dari sisi ketahanan pangan. Data Global Food Security Index 2019 menyebutkan peringkat Malaysia dan Filipina masing-masing berada di urutan 28 dan 64 dunia. Posisi Indonesia yang berada di peringkat 62 dunia memang sedikit lebih baik dibanding Filipina.
“Tapi kalau lockdown dipaksakan dan pemerintah tidak memiliki kesiapan terkait stok pangan, maka ujungnya bisa terjadi kelaparan massal di Jabodetabek. Terlebih saat ini kondisi rantai pasok impor pangan sebagian terganggu,” jelas Bhima kepada Tirto.
Kedua adalah gejolak panic buying masyarakat yang belum bisa diantisipasi oleh pemerintah dan jajarannya. Menurut Bhima, saat lockdown diumumkan, masyarakat yang panik akan menyerbu pusat perbelanjaan. Bukan hanya makanan minuman yang akan diborong masyarakat, tetapi juga obat-obatan.
“Ketika kemarin terjadi panic buying di beberapa daerah, pemerintah tidak punya pencegahan apapun. Yang saya khawatirkan masyarakat menengah bawah, kemampuan untuk menimbun bahan pangan tdak sekuat kelas atas. Sehingga angka kemiskinan bisa naik,” imbuh Bhima.
Ketiga, mayoritas aktivitas bisnis sebagian besar terjadi di Jakarta sehingga peredaran uang pun sebagian besar berada di Ibukota. Jika lockdown terjadi, maka sentra bisnis bisa terganggu dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pun bisa terkena dampak paling parah. Menurut Bhima, hal ini bisa menimbulkan tingginya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). “Akibatnya, pertumbuhan ekonomi RI bisa anjlok secara signifikan dan krisis ekonomi menyapa Indonesia semakin cepat,” rinci Bhima.
Fundamental ekonomi RI yang dinilai belum sekuat Malaysia maupun Filipina pun, menjadi hal yang patut dipertimbangkan jika lockdown dilakukan. Jika penerapan lockdown terjadi, maka dikhawatirkan nilai tukar mata uang akan melemah cukup dalam akibat kepanikan di pasar saham dan surat utang. Salah satu amunisi untuk menahan pelemahan nilai tukar cukup dalam adalah cadangan devisa.
Menurut data CEIC perbandingan cadangan devisa terhadap PDB Indonesia per 2019 sebesar 10,9 persen. Itu pun dengan tren penurunan. Sementara rasio cadangan devisa terhadap PDB Malaysia sebesar 27,2 persen dan Filipina sebesar 21,7 persen. Bahkan rasio cadangan devisa Thailand terhadap PDB mencapai 39,4 persen.
“Artinya dibandingkan negara lain di ASEAN, bank sentral di Indonesia memiliki amunisi yang paling kecil untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang,” sebut Bhima.
Dengan demikian, kebijakan lockdown patut dihindari oleh pemerintah RI. “Indonesia rentan krisis ekonomi jika lockdown diberlakukan,” ujar Bhima.
Yose Rizal menyebut terdapat tindakan alternatif yang dapat dilakukan pemerintah, dengan langkah utama adalah persiapan fasilitas kesehatan untuk menanggulangi kasus-kasus berat. Selain itu, strategi tracking juga bisa dilakukan pemerintah pusat dan daerah terhadap pasien positif virus corona COVID-19. Tracking berguna untuk memberikan informasi mengenai daerah-daerah berbahaya serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penanganan pemerintah.
“Pemerintah bisa mengambil tindakan lain yang memiliki dampak lebih besar dan luas, jika langkah lockdown hanya sebatas jalan pintas saja,” ungkap Yose.
0 komentar:
Posting Komentar